
Tulisan 1:
Kiat Sukses Pengiriman Tulisan ke Media Massa1
Ketika membaca sebuah tulisan di media massa, mungkin Anda berkata di dalam hati, “Ah, tulisan ini biasa-biasa saja. Saya juga bisa membuat yang seperti ini. Malah bisa lebih bagus!”
Lantas Anda mungkin mulai membuat tulisan yang - menurut anda - jauh lebih bagus. Naskah itu Anda kirim ke media tertentu. Beberapa hari kemudian, naskah Anda dikembalikan oleh redaktur dengan alasan, “Belum layak muat!”
Anda mungkin marah dan kecewa. “Apa yang salah dengan naskah saya?”
Susah-susah gampang
Mengirim tulisan ke media massa, ternyata, tidaklah semudah yang dibayangkan oleh banyak orang. Saya sendiri misalnya, harus banyak kecewa sebelum naskah pertama saya dimuat di media massa. Puluhan naskah saya ditolak oleh banyak media dengan berbagai alasan, baik yang masuk akal maupun yang tidak.
Ternyata, kualitas bukanlah satu-satunya jaminan suatu tulisan dapat dimuat dengan sukses di sebuah media. Masih banyak faktor lain yang menentukan. Berikut akan saya beberkan beberapa faktor yang perlu Anda perhatian (selain faktor kualitas tulisan) yang dapat menolong Anda “melenggang kangkung” menjadi seorang penulis handal.
Yang menarik
Jika Anda berpikir bahwa redaktur suatu media hanya menerima naskah dari Anda seorang, maka Anda dalam kekeliruan besar. Jika ada kesempatan bertemu dengan seorang redaktur, cobalah bertanya padanya, “Berapa naskah yang Anda terima dalam satu hari?” Ia akan menjawab, “Puluhan,” atau “Ratusan”.
Cobalah bayangkan jika Anda adalah si redaktur media. Anda berhadapan dengan 200 naskah, dan hanya satu naskah yang akan Anda muat. Anda belum membaca satu pun dari naskah-naskah itu. Jadi Anda belum tahu mana naskah yang berkualitas dan mana yang tidak. Naskah manakah yang pertama kali akan Anda baca?
Ketika pertanyaan ini saya ajukan ke sejumlah teman, jawaban mereka ternyata sama, “Saya akan membaca naskah yang menurut saya paling menarik.”
Ya, ternyata inilah intinya. Dalam mengirim naskah, upakanlah agar naskah Anda itu berhasil merebut perhatian si redaktur. Upayakan agar naskah Anda ditulis dan dikemas semenarik mungkin. Namun pengertian “menarik” di sini tidak harus berupa pemberian hiasan bunga pada halaman naskah, penulisan dengan jenis huruf yang “nge -jreng”, pengetikan naskah di atas kertas berwarna, dan seterusnya. Yang seperti ini bukannya menarik, namun justru seringkali membuat si redaktur jengkel karena naskah Anda telah merepotkan mereka (para redaktur umumnya justru lebih menyukai naskah yang diketik dengan jenis huruf yang standar-standar saja).
Naskah yang menarik bisa dibuat dengan cara-cara yang sangat sederhana, seperti:
1. Pemberian judul yang unik (silahkan baca artikel “Tentang Judul”).
2. pengetikan naskah yang rapi dan tidak belepotan
3. dan sebagainya.
Intinya, naskah Anda harus memiliki penampilan yang baik dan menarik.
Memang, penampilan sering menipu. Tapi dalam banyak kasus, penampilan sangat membantu kesuksesan seseorang. Dalam mengirim tulisan ke media massa, Anda harus “merias” tulisan anda secantik mungkin. Ketiklah tulisan anda dengan rapi, bersih tanpa coretan-coretan yang mengganggu. Gunakan kertas HVS warna putih ukuran folio atau kuarto yang beratnya 70 gram (yang 60 gram terlalu tipis, sedangkan yang 80 gram terlalu mahal, hehehe....). Tulisan diketik dengan format 2 atau 1,5 spasi (jangan 1 spasi karena terlalu rapat). Sisakan sekitar 2,5 atau 3 cm sebagai margin2 tiap sisi. Jangan biasakan membuat margin yang terlalu sempit (demi menghemat halaman), sebab margin tersebut biasanya digunakan oleh redaktur sebagai catatan editing sewaktu memproses naskah Anda. Jika yang Anda ketik adalah novel dan harus dijilid, maka sisakan batas margin yang lebih lebar di sebelah kiri, sebab bagian ini akan terpakai sebagian untuk penjilidan.
Bantulah Tugas Redaktur
Maksudnya, anda bukan disuruh membantu si redaktur untuk mengetik atau mengedit naskah. Emangnya anda karyawan mereka! Hehehe.... Tetapi, anda hendaknya “menyajikan” naskah sedemikian rupa sehingga dapat membantu tugas -tugas mereka yang menumpuk. Pertama, jilidlah naskah anda dengan staples, dan jangan lupa cantumkan nomor halaman di bagian bawah tiap lembar naskah anda. Jika naskah anda tidak distaples, terlebih tidak diberi penomoran halaman, dapatkah anda bayangkan apa yang terjadi jika secara tak sengaja naskah anda berceceran di lantai? Sang redaktur tentu bingung, bagaimana cara mengurutkan lembaran naskah yang telah berantakan tersebut.
Kedua, lampirkan perangko pengembalian (jika naskah dikirim lewat pos). Ini bukan untuk “menyogok” sang redaktur, namun si perangko akan dipakai jika nanti naskah anda dikembalikan. Karena bentuk perangko sangat kecil, dan untuk menghindari jangan sampai kececer, lekatkan ia pada lembaran naskah anda (dengan staples atau lainnya).
Dulu, ketika masih sering mengirim naskah lewat pos, saya biasanya memasukkan perangko pengembalian di dalam amplop kecil yang saya bentuk dari kertas HVS sisa. Amplop ini direkatkan di bagian depan naskah. Pada bagian depan amplop, saya tak lupa menulis, “perangko pengembalian, Jonru”. Jadi jika suatu saat perangko ini tercecer, si redaktur akan mudah mengenali siapa pemiliknya.
Selanjutnya, ketika mengirim tulisan, jangan lupa menulis kode yang relevan pada sudut kiri-atas amplop. Misalnya, jika yang Anda kirim adalah naskah cerpen, silahkan tulis di sana: CERPEN. Ini bertujuan untuk membantu si redaktur dalam menyortir naskah. Seperti yang disebutkan di atas, begitu banyak naskah yang mereka terima. Biasanya, sekretaris redaksi (yang bertugas menyortir naskah) hanya membaca amplop, tidak membaca isi naskah. Jadi, dia tak akan tahu jenis tulisan apa yang Anda kirim. Maka Anda harus membantunya dengan cara menulis kode yang tepat pada sudut kiri-atas amplop. Coba bayangkan jika Anda tidak menulis kode tersebut. Ini akan memperlambat proses penyortiran, karena si sekretaris redaksi tidak tahu naskah Anda harus diserahkan ke redaktur mana (tiap jenis tulisan biasanya ditangani oleh redaktur yang berbeda-beda). Dan ini bisa menjadi penyebab naskah anda tidak dimuat! Sepertinya sepele, tapi sangat penting, bukan?
Memang, Anda tidak harus mengikuti semua cara yang saya lakukan. Namun intinya, kita harus tahu bagaimana cara meringankan tugas si redaktur, sehingga mereka tidak direpotkan dan tidak merasa jengkel ketika melihat naskah Anda.
Taatilah Peraturan Teknis dari Media Tersebut
Setiap media punya peraturan tersendiri mengenai kriteria naskah yang dapat mereka muat. Misalnya, ada media yang membuat peraturan begini: “Naskah hendaknya diketik di atas kertas folio, 2 spasi, panjang naskah 5 sampai 8 lembar. Sertakan ringkasan tulisan sebanyak lebih kurang 10 kalimat”.
Nah, peraturan seperti ini harus anda taati. Tentu sangat lucu jika naskah Anda ditolak hanya gara-gara Anda tidak bersedia mematuhi persyaratan teknis dari mereka.
Perlu dicatat, setiap media punya peraturan yang berbeda-beda mengenai persyaratan teknis. Biasanya, mereka mencantumkannya di bagian bawah “susunan redaksi”. Jika Anda tak menemukannya, jangan ragu -ragu untuk bertanya pada mereka.
Kenali Segmen si Media
Setiap media memiliki karakter khas yang membedakannya dari media lain. Ada majalah anak-anak, majalah remaja, majalah wanita, dan seterusnya. Walau sama-sama majalah wanita misalnya, biasanya masing-masing punya segmen yang lebih khusus lagi. Sebagai contoh, Femina dan Kartini sama-sama majalah wanita. Namun keduanya punya segmen yang berbeda. Femina membidik wanita karir atau wanita metropolitan, sedangkan Kartini lebih berfokus pada segmen ibu rumah tangga.
Jadi, dalam mengirim tulisan ke sebuah media, kita harus menyesuaikan diri dengan segmen tersebut. Contoh yang ekstrim, cerpen bertema “drama rumah tangga” yang sebagus apapun tak akan dimuat jika Anda mengirimnya ke majalah Bobo!
Kenali Karakter atau Preferensi si Media
Ini adalah bagian yang tak kalah pentingnya dibanding segmen. Setiap media pasti punya misi dan visi yang berbeda dengan media lain, punya preferensi yang unik terhadap naskah-naskah yang mereka sukai, dan seterusnya.
Sebagai contoh, majalah Kawanku lebih menyukai cerpen remaja yang nuansanya ceria, temanya ringan, tidak ada unsur pesimisme. Majalah Bobo tidak suka jika di dalam cerpen ada anak yang mendapat hukuman. Majalah Annida lebih mengutamakan cerpen yang memiliki cerita yang unik dan tidak mengulang tema -tema yang sudah terlalu sering dibahas.
Sebagai penulis yang hendak “menembus” media massa, mau tidak mau Anda harus mempelajari karakter dan preferensi mereka. Caranya, cobalah berlangganan sekitar tiga atau lima edisi. Baca tulisan-tulisan yang mereka muat. Biasanya, dengan cara itu Anda akan bisa mengetahui karakter dan preferensi si media.
Perkenalkan Diri Anda
Jika tulisan Anda sudah sering dimuat di suatu media, tentu redakturnya dengan sangat mudah mengenali siapa pengirim naskah yang sedang dibacanya. Namun jika anda adalah pemula, memperkenalkan diri merupakan salah satu kiat untuk “mencari perhatian” sang redaktur.
Sertakan data pribadi anda bersama naskah yang dikirim. Ceritakan pengalaman menulis anda, dan - kalau ada - prestasi apa saja yang pernah anda raih di bidang ini. Ingat, cantumkan hanya hal-hal yang berhubungan dengan dunia penulisan. Tidak perlu menceritakan bahwa anda - misalnya - pernah menjadi Juara I Lomba Balap Karung tingkat Kecamatan. Enggak ada hubungannya, gitu lho.
Jangan pesimis jika Anda masih sangat pemula di bidang penulisan. Tidak semua media lebih mengutamakan tulisan dari penulis -penulis senior. Majalah Annida adalah contoh media yang lebih mengutamakan cerita yang unik ketimbang nama besar si penulisnya. Sudah sering terbukti, mereka menolak cerpen yang ditulis oleh penulis senior, sementara tulisan dari penulis baru justru mereka muat, karena dinilai memiliki keunikan tersendiri.
Kiat Sukses Pengiriman Tulisan ke Media Massa1
Ketika membaca sebuah tulisan di media massa, mungkin Anda berkata di dalam hati, “Ah, tulisan ini biasa-biasa saja. Saya juga bisa membuat yang seperti ini. Malah bisa lebih bagus!”
Lantas Anda mungkin mulai membuat tulisan yang - menurut anda - jauh lebih bagus. Naskah itu Anda kirim ke media tertentu. Beberapa hari kemudian, naskah Anda dikembalikan oleh redaktur dengan alasan, “Belum layak muat!”
Anda mungkin marah dan kecewa. “Apa yang salah dengan naskah saya?”
Susah-susah gampang
Mengirim tulisan ke media massa, ternyata, tidaklah semudah yang dibayangkan oleh banyak orang. Saya sendiri misalnya, harus banyak kecewa sebelum naskah pertama saya dimuat di media massa. Puluhan naskah saya ditolak oleh banyak media dengan berbagai alasan, baik yang masuk akal maupun yang tidak.
Ternyata, kualitas bukanlah satu-satunya jaminan suatu tulisan dapat dimuat dengan sukses di sebuah media. Masih banyak faktor lain yang menentukan. Berikut akan saya beberkan beberapa faktor yang perlu Anda perhatian (selain faktor kualitas tulisan) yang dapat menolong Anda “melenggang kangkung” menjadi seorang penulis handal.
Yang menarik
Jika Anda berpikir bahwa redaktur suatu media hanya menerima naskah dari Anda seorang, maka Anda dalam kekeliruan besar. Jika ada kesempatan bertemu dengan seorang redaktur, cobalah bertanya padanya, “Berapa naskah yang Anda terima dalam satu hari?” Ia akan menjawab, “Puluhan,” atau “Ratusan”.
Cobalah bayangkan jika Anda adalah si redaktur media. Anda berhadapan dengan 200 naskah, dan hanya satu naskah yang akan Anda muat. Anda belum membaca satu pun dari naskah-naskah itu. Jadi Anda belum tahu mana naskah yang berkualitas dan mana yang tidak. Naskah manakah yang pertama kali akan Anda baca?
Ketika pertanyaan ini saya ajukan ke sejumlah teman, jawaban mereka ternyata sama, “Saya akan membaca naskah yang menurut saya paling menarik.”
Ya, ternyata inilah intinya. Dalam mengirim naskah, upakanlah agar naskah Anda itu berhasil merebut perhatian si redaktur. Upayakan agar naskah Anda ditulis dan dikemas semenarik mungkin. Namun pengertian “menarik” di sini tidak harus berupa pemberian hiasan bunga pada halaman naskah, penulisan dengan jenis huruf yang “nge -jreng”, pengetikan naskah di atas kertas berwarna, dan seterusnya. Yang seperti ini bukannya menarik, namun justru seringkali membuat si redaktur jengkel karena naskah Anda telah merepotkan mereka (para redaktur umumnya justru lebih menyukai naskah yang diketik dengan jenis huruf yang standar-standar saja).
Naskah yang menarik bisa dibuat dengan cara-cara yang sangat sederhana, seperti:
1. Pemberian judul yang unik (silahkan baca artikel “Tentang Judul”).
2. pengetikan naskah yang rapi dan tidak belepotan
3. dan sebagainya.
Intinya, naskah Anda harus memiliki penampilan yang baik dan menarik.
Memang, penampilan sering menipu. Tapi dalam banyak kasus, penampilan sangat membantu kesuksesan seseorang. Dalam mengirim tulisan ke media massa, Anda harus “merias” tulisan anda secantik mungkin. Ketiklah tulisan anda dengan rapi, bersih tanpa coretan-coretan yang mengganggu. Gunakan kertas HVS warna putih ukuran folio atau kuarto yang beratnya 70 gram (yang 60 gram terlalu tipis, sedangkan yang 80 gram terlalu mahal, hehehe....). Tulisan diketik dengan format 2 atau 1,5 spasi (jangan 1 spasi karena terlalu rapat). Sisakan sekitar 2,5 atau 3 cm sebagai margin2 tiap sisi. Jangan biasakan membuat margin yang terlalu sempit (demi menghemat halaman), sebab margin tersebut biasanya digunakan oleh redaktur sebagai catatan editing sewaktu memproses naskah Anda. Jika yang Anda ketik adalah novel dan harus dijilid, maka sisakan batas margin yang lebih lebar di sebelah kiri, sebab bagian ini akan terpakai sebagian untuk penjilidan.
Bantulah Tugas Redaktur
Maksudnya, anda bukan disuruh membantu si redaktur untuk mengetik atau mengedit naskah. Emangnya anda karyawan mereka! Hehehe.... Tetapi, anda hendaknya “menyajikan” naskah sedemikian rupa sehingga dapat membantu tugas -tugas mereka yang menumpuk. Pertama, jilidlah naskah anda dengan staples, dan jangan lupa cantumkan nomor halaman di bagian bawah tiap lembar naskah anda. Jika naskah anda tidak distaples, terlebih tidak diberi penomoran halaman, dapatkah anda bayangkan apa yang terjadi jika secara tak sengaja naskah anda berceceran di lantai? Sang redaktur tentu bingung, bagaimana cara mengurutkan lembaran naskah yang telah berantakan tersebut.
Kedua, lampirkan perangko pengembalian (jika naskah dikirim lewat pos). Ini bukan untuk “menyogok” sang redaktur, namun si perangko akan dipakai jika nanti naskah anda dikembalikan. Karena bentuk perangko sangat kecil, dan untuk menghindari jangan sampai kececer, lekatkan ia pada lembaran naskah anda (dengan staples atau lainnya).
Dulu, ketika masih sering mengirim naskah lewat pos, saya biasanya memasukkan perangko pengembalian di dalam amplop kecil yang saya bentuk dari kertas HVS sisa. Amplop ini direkatkan di bagian depan naskah. Pada bagian depan amplop, saya tak lupa menulis, “perangko pengembalian, Jonru”. Jadi jika suatu saat perangko ini tercecer, si redaktur akan mudah mengenali siapa pemiliknya.
Selanjutnya, ketika mengirim tulisan, jangan lupa menulis kode yang relevan pada sudut kiri-atas amplop. Misalnya, jika yang Anda kirim adalah naskah cerpen, silahkan tulis di sana: CERPEN. Ini bertujuan untuk membantu si redaktur dalam menyortir naskah. Seperti yang disebutkan di atas, begitu banyak naskah yang mereka terima. Biasanya, sekretaris redaksi (yang bertugas menyortir naskah) hanya membaca amplop, tidak membaca isi naskah. Jadi, dia tak akan tahu jenis tulisan apa yang Anda kirim. Maka Anda harus membantunya dengan cara menulis kode yang tepat pada sudut kiri-atas amplop. Coba bayangkan jika Anda tidak menulis kode tersebut. Ini akan memperlambat proses penyortiran, karena si sekretaris redaksi tidak tahu naskah Anda harus diserahkan ke redaktur mana (tiap jenis tulisan biasanya ditangani oleh redaktur yang berbeda-beda). Dan ini bisa menjadi penyebab naskah anda tidak dimuat! Sepertinya sepele, tapi sangat penting, bukan?
Memang, Anda tidak harus mengikuti semua cara yang saya lakukan. Namun intinya, kita harus tahu bagaimana cara meringankan tugas si redaktur, sehingga mereka tidak direpotkan dan tidak merasa jengkel ketika melihat naskah Anda.
Taatilah Peraturan Teknis dari Media Tersebut
Setiap media punya peraturan tersendiri mengenai kriteria naskah yang dapat mereka muat. Misalnya, ada media yang membuat peraturan begini: “Naskah hendaknya diketik di atas kertas folio, 2 spasi, panjang naskah 5 sampai 8 lembar. Sertakan ringkasan tulisan sebanyak lebih kurang 10 kalimat”.
Nah, peraturan seperti ini harus anda taati. Tentu sangat lucu jika naskah Anda ditolak hanya gara-gara Anda tidak bersedia mematuhi persyaratan teknis dari mereka.
Perlu dicatat, setiap media punya peraturan yang berbeda-beda mengenai persyaratan teknis. Biasanya, mereka mencantumkannya di bagian bawah “susunan redaksi”. Jika Anda tak menemukannya, jangan ragu -ragu untuk bertanya pada mereka.
Kenali Segmen si Media
Setiap media memiliki karakter khas yang membedakannya dari media lain. Ada majalah anak-anak, majalah remaja, majalah wanita, dan seterusnya. Walau sama-sama majalah wanita misalnya, biasanya masing-masing punya segmen yang lebih khusus lagi. Sebagai contoh, Femina dan Kartini sama-sama majalah wanita. Namun keduanya punya segmen yang berbeda. Femina membidik wanita karir atau wanita metropolitan, sedangkan Kartini lebih berfokus pada segmen ibu rumah tangga.
Jadi, dalam mengirim tulisan ke sebuah media, kita harus menyesuaikan diri dengan segmen tersebut. Contoh yang ekstrim, cerpen bertema “drama rumah tangga” yang sebagus apapun tak akan dimuat jika Anda mengirimnya ke majalah Bobo!
Kenali Karakter atau Preferensi si Media
Ini adalah bagian yang tak kalah pentingnya dibanding segmen. Setiap media pasti punya misi dan visi yang berbeda dengan media lain, punya preferensi yang unik terhadap naskah-naskah yang mereka sukai, dan seterusnya.
Sebagai contoh, majalah Kawanku lebih menyukai cerpen remaja yang nuansanya ceria, temanya ringan, tidak ada unsur pesimisme. Majalah Bobo tidak suka jika di dalam cerpen ada anak yang mendapat hukuman. Majalah Annida lebih mengutamakan cerpen yang memiliki cerita yang unik dan tidak mengulang tema -tema yang sudah terlalu sering dibahas.
Sebagai penulis yang hendak “menembus” media massa, mau tidak mau Anda harus mempelajari karakter dan preferensi mereka. Caranya, cobalah berlangganan sekitar tiga atau lima edisi. Baca tulisan-tulisan yang mereka muat. Biasanya, dengan cara itu Anda akan bisa mengetahui karakter dan preferensi si media.
Perkenalkan Diri Anda
Jika tulisan Anda sudah sering dimuat di suatu media, tentu redakturnya dengan sangat mudah mengenali siapa pengirim naskah yang sedang dibacanya. Namun jika anda adalah pemula, memperkenalkan diri merupakan salah satu kiat untuk “mencari perhatian” sang redaktur.
Sertakan data pribadi anda bersama naskah yang dikirim. Ceritakan pengalaman menulis anda, dan - kalau ada - prestasi apa saja yang pernah anda raih di bidang ini. Ingat, cantumkan hanya hal-hal yang berhubungan dengan dunia penulisan. Tidak perlu menceritakan bahwa anda - misalnya - pernah menjadi Juara I Lomba Balap Karung tingkat Kecamatan. Enggak ada hubungannya, gitu lho.
Jangan pesimis jika Anda masih sangat pemula di bidang penulisan. Tidak semua media lebih mengutamakan tulisan dari penulis -penulis senior. Majalah Annida adalah contoh media yang lebih mengutamakan cerita yang unik ketimbang nama besar si penulisnya. Sudah sering terbukti, mereka menolak cerpen yang ditulis oleh penulis senior, sementara tulisan dari penulis baru justru mereka muat, karena dinilai memiliki keunikan tersendiri.



2 komentar:
artikelnya menarik banget.
makasih yaa informasinya.
informasinya sangat bagus akan saya poraktekan..soalnya saya ingin mengirim tulisan ke media
Posting Komentar