Minggu, 28 Desember 2008

Kungfu Boy [3]


Seri: 03
Sampul Depan: Chinmi dalam posisi menyerang
Diterbitkan: Tahun 1992 Indonesia

Chinmi harus melewati ujian di gunung. Gua ini harus dilewati Chinmi. Hanya ada satu jalan, dan Chinmi tidak bisa balik ke belakang. Hambatan pertama adalah Chinmi harus melewati kolam magma yang sangat panas. Hambatan kedua adalah harus melewati lorong di dalam sungai yang panjang dan hambatan ketiga adalah dirinya harus melawan patung prajurit yang dapat mengeluarkan ribuan pisau bayangan, pisau aslinya hanya sebuah, patung itu terlihat bagaikan Dewi Kwan In.

Akhirnya Chinmi dapat mengalahkan patung itu dengan memusatkan mata hatinya. Dan tiba tiba patung itu sesungguhnya adalah Pak Tua dari Kuil Dairin yang ingin menjemput Chinmi. Dengan selesainya pertarungan ini, pelajaran dari Master Kempo pun berakhir. Chinmi, Go Kong dan Pak Tua pun kembali ke Kuil Dairin.

Dalam perjalanan pulang ke Dairin, Chinmi telah mengalahkan tiga pemuda berandalan di warung makan. Setibanya mereka di Kuil Dairin, oleh Biksu Kepala Chinmi diperkenalkan dengan seorang pelatih kuil yang baru saja tiba yaitu Ryukai. Dan keduanya diminta Biksu untuk saling memperlihatkan pelajaran yang baru diperolehnya selama ini dengan bertanding. Chinmi kalah dari Ryukai karena dia merasa yakin dengan kemampuannya and Chinmi juga kalah dari Ryukai karena Ryukai menggunakan jurus tenaga dalamnya. Karena kekalahan inilah Chinmi menyadari bahwa dirinya sudah takabur akan kemampuan berkung fu-nya.

Chinmi yang telah mengalahkan tiga berandalan di toko roti, sekarang harus menghadapi mereka lagi ditambah dengan teman temanya, yang berjumlah tujuh orang. Chinmi dapat mengalahkan mereka setelah dia mengetahui kapan harus menggunakan diplomasi dan kapan harus menggunakan kung funya.(Pelajaran Kung-fu Keenam) Chinmi mendapat pelajaran dari Ryukai. Setelah perkelahian itu Chinmi dan Ryukai kembali ke Kuil Dairin. Hari berikutnya di Dairin Ryukai pun mengajar beberapa murid Dairin. Pelajaran pertama yang diberikan Ryukai adalah bagaimana cara untuk mengendalikan tenaga dalam.

Di suatu pagi musim dingin yang dingin, Chinmi dan Go Kong membantu seorang gadis yang membawa sayuran untuk dijual, namanya adalah Yan. Karena Yan sakit, Chinmi dan Go Kong akhirnya menjual sayuran itu ke pasar. Sayuran itu terjual cepat, setelah itu mereka bertiga pulang ke rumah Yan, untuk mengantar Yan yang sedang sakit. Ketika sampai di rumah, Yan melihat penagih hutang dan pengawalnya, mereka memukul kakek Yan. Secara tidak langsung, Chinmi mendengar pembicaraan mereka dari luar rumah.

Pelajaran Kung-fu Keenam : Dari Ryukai, kamu membutuhkan keyakinan besar dalam suatu pertarungan.

Kungfu Boy 2


Seri: 02
Sampul Depan: Chinmi dengan double stick di tangan kanannya
Diterbitkan: Tahun 1991 IndonesiaRangkuman
Disusun: 03 Maret 2002

Semua murid Kuil Dairin berlatih untuk dapat melewati ujian di hutan. (Pelajaran Kung-fu Ketiga). Ada empat tahapan yang harus dilewati dalam ujian ini. Tahap pertama adalah memanjat pohon di hutan yang tidak bercabang dengan cepat. Tahap kedua yaitu menangkap ikan tanpa peralatan apa-apa, hanya dengan tangan, minimal menangkap lima ekor ikan. Pada tahap ini masih banyak murid yang lolos. Tahap ketiga melewati sungai yang alirannya berarus sangat deras. Pada tahap ini hanya Chinmi yang melewatinya. Akhirnya tahap keempat yang hanya diikuti oleh Chinmi, yaitu akan dikunci di sebuah gua dan harus dapat keluar sebelum matahari terbit. (Pelajaran Kung-fu Keempat).

Dalam gua ini, Chinmi hanya ditemani dengan spanduk bertuliskan 'Pusatkan Mata Hatimu', sebuah lilin dan sebuah batu besar yang menempel dengan dinding gua. Akhirnya Chinmi dapat keluar dari gua ini berkat batu besar dengan menggunakan mata hatinya. Karena Chinmi lulus ujian di hutan ini, dia mendapat kesempatan pelajaran Kempo di Gunung Shinzangyo.

Kemudian Chinmi berangkat ke gunung tersebut. Pelajaran pertama Chinmi, adalah menangkap tangan Master Kempo - Zenji. (Pelajaran Kung-fu Kelima). Pelajaran kedua dari Master Tendo adalah Chinmi harus menyatu dengan alam sekitarnya, atau mudahnya Chinmi harus menjadi batu yang membuat binatang tidak mengira kalau dirinya adalah manusia. Chimi dapat memahami pelajaran ini dengan diuji oleh ratusan ular yang mengitari hingga menutup tubuhnya. Pelajaran ketiga adalah membaca sebuah kalimat ketika meluncur deras dari sebuah tebing di dekat air terjun. Chinmi akhirnya dapat mempelajari ini dengan baik yang diberikan Master Tendo dan akhirnya dia harus mengikuti ujian terakhir di gua di dalam gunung.
Pelajaran Kung-fu Ketiga : Dari Biksu Kepala, latihan di hutan adalah latihan berat. Karena seseorang akan mengetahui dan menghadapi ketakutannya. Pelajaran Kung-fu Keempat : Dari Biksu Kepala, Semua kondisi yang tidak terlihat oleh matamu, hal itu dapat terlihat jernih hanya jika kamu memusatkan mata hatimu. Pelajaran Kung-fu Kelima : Dari Master Kempo, menyerang dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga musuhmu, selain menggunakan kekuatanmu.

Jumat, 26 Desember 2008

Kungfu Boy [1]

Entah mengapa hari ini aku pengen banget kembali ke masa-masa lalu. Ingin ketemu teman-teman masa kecil, ingin ketemu temen-temen SD, SMP, ngaji, maen ke sawah, temen-temen STM, Poltek Malang, temen majlis ta'lim, temen Pramuka, ampe temen-temen Musholla. entah berapa bulan, tahun atau bahkan udah puluhan tahun katemu.

Jadi ingat masa-masa dulu saat pengen-pengennya belajar silat/bela diri. Ada sebuah komik yang sumber motivasiku saat belajar beladiri, dan akhirnya jadi ketagihan ma tu komik. tapi setelah sekian tahun tinggal di jakarta jadi susah dapetinnya, kalau dulu di kampung banyak sekali persewaan komik. Tapi di Jakarta hal itu langka, pengen beli koleksinya nggak tahu kemana belinya, pengen pinjam, nggak tahu pinjemnya kemana. Terpaksa deh browsing-browsing internet tuk dapetin tuh komik.

Alhamdulillah hari ini di minggu penghujung tahun 2008 aku dapatkan website nya dari http://www.geocities.com/ dan bagi kawan-kawan yang pengen lihat juga tuk mengenang memeori dunia persilatan he...3x silakan buka koleksiku disini.

Seri: 01
Sampul Depan: Chinmi dalam posisi siaga
Diterbitkan: Tahun 1991 Indonesia

Kisah ini bermula dari kedatangan seorang Pak Tua di sebuah rumah makan kecil. Pak tua sedang mencari seorang ahli kung fu yang telah diramalkan dalam kitab kitab kuno. Lalu tiba tiba ketika Pak Tua itu berjalan dia melihat seorang remaja – Chinmi – yang sedang membuat 100 pasang sumpit dari bongkahan kayu hutan dengan ketajaman tangannya dan mengisi air sebuah gentong besar dengan melemparkan tiga belas ember kayu dari sungai yang tidak jauh dari rumah makan itu. Chinmi melakukan ini karena dimintai tolong oleh kakak perempuannya. Lalu Pak Tua mengetes Chinmi untuk mengetahui apakah dia yang telah ditulis oleh kitab kitab kuno tersebut. Tetapi setelah tes kung funya, di dahi remaja ini tidak ditemukan tahi lalat oleh Pak Tua, salah satu tanda yang disebutkan di dalam kitab kuno.
Setelah sadar dari mabuknya remaja ini lalu melawan Kepala Batu Bersaudara yang membuat keributan di rumah makan itu. Dengan kepalanya mereka mampu menghancurkan apa saja seperti batu dan pohon yang besar. Lalu Chinmi mengalahkan mereka hanya dengan sepasang sumpit. Dengan pertandingan ini tahi lalat Chinmi yang ada di dekat alisnya secara tidak sengaja terlihat oleh Pak Tua. Pak Tua memohon kepada Chinmi untuk berlatih kung fu di kuil Dairin. Akhirnya kakak Chinmi mengizinkannya, dan dimulailah petualangan Chinmi dengan Go Kong menuju Kuil Dairin.
Di dalam perjalanan Pak Tua berkata pada Chinmi bahwa kung-fu itu seperti air (Pelajaran Kung-fu Pertama). Dalam perjalanan menuju kuil Dairin, Pak Tua dan Chinmi dimintai tolong seseorang untuk menjaga kedai tuak dari beberapa perampok. Mereka berjumlah empat orang. Dan Chinmi menyetujui tawaran itu karena tuak. Malam harinya, Chinmi melawan keempat perampok itu. Kepala Perampok menggunakan jurus tangan pemotong baja. Tangannya mampu memotong apa saja dengan mudah. Chinmi mengalahkan pemilik jurus ini dengan bantuan kelompok lebah. Setelah mengalahkan perampok ini, mereka pun melanjutkan perjalanan.
Di sebuah kota Chinmi mengikuti perlombaan kung fu yang hadiahnya dua gentong besar berisi tuak.
Chinmi berkenalan dengan Lie Chai. Setelah mengalahkan empat orang, akhirnya Chinmi melawan juara tahun lalu. Namanya Tairon, dia menggunakan Triple Stick. Chinmi diijinkan menggunakan senjata, kemudian dia memilih sebuah Trisula Stick, yang tongkat tengahnya lebih pendek dari tongkat dikedua sampingnya. Chinmi memenangkan pertandingan ini dan menjadi juara lomba. Lalu Pak Tua , Chinmi dan Go Kong melanjutkan perjalanannya. Baru saja tiba di depan tangga kuil Dairin, kung fu Chinmi diuji oleh seorang Kakek Tua. Kakek tua ini gerakannya sangat lincah dan cepat. Chinmi tidak dapat mengalahkannya bahkan tidak dapat menyentuhnya.
Setelah tiba di depan kuil utama Dairin, Chinmi melihat banyak biksu berlatih kung-fu. Ada yang berlatih jurus jurus kung fu, melatih tonjokan di pasir, latihan tanding, melatih tendangan ke pohon dengan kepala dan banyak lagi. Semua hal ini membuat Chinmi ingin cepat cepat bergabung berlatih kung fu bersama mereka. Kemudian Chinmi diperkenalkan dengan Biksu Kepala, lalu Biksu Kepala memberikan Chinmi semacam tes masuk untuk menjadi murid di Kuil Dairin. Ujiannya yaitu membelah bulan menjadi dua dan Chinmi hanya diberikan waktu selama tiga hari. AKhirnya Chinmi melewati ujiannya dengan mengambil pelajaran dari burung walet. Maka dimulailah saat saat Chinmi menjadi murid di Kuil Dairin. Kejadian pertama menjadi murid di Kuil Dairin dialami Chinmi.
Pertarungan pertama di Kuil Dairin yang dijalani Chinmi adalah melawan Jintan. Jintan menggunakan jurus tiga sasaran. Jurus ini dapat diatasi oleh Chinmi dengan Jurus penahan tiga sasaran dan akhirnya Chinmi memenangkan pertarungan pertamanya. Biksu Kepala kemudian bertanya kepada Jintan mengapa dia sampai kalah dari Chinmi.(Pelajaran Kung-fu Kedua).
Pelajaran Kung-fu Pertama : Kung-fu itu laksana air. Hati laksana danau yang tenang, gerakan laksana aliran sungai yang deras dan semangat laksana ombak yang beriringan. Yang terpenting adalah keseimbangan. Pelajaran Kung-fu Kedua : Dari Biksu Kepala yaitu yang mengetahui dikalahkan oleh yang menyukai. Yang menyukai dikalahkan oleh yang menghayati.

Bersambung ke Kungfu Boy [2]

Selasa, 23 Desember 2008

Antena Wajanbolic dari Bantul

Terobosan Teknologi
Antena Wajanbolic dari Bantul

KOMPAS
Senin, 22 Desember 2008 02:26 WIB


Keterbatasan dana tidak membuat warga Desa Timbulharjo, Sewon, Bantul, DI Yogyakarta, kehilangan akal untuk bisa mengakses internet. Mereka memanfaatkan antena wajanbolic sebagai penangkap jaringan internet. Karena bahannya dari wajan, biaya pun jauh lebih murah.

Berawal dari bantuan internet sebuah lembaga swadaya masyarakat kepada Radio Komunitas Angkringan tahun 2005, para pengelola radio mulai berpikir untuk menyebarkan koneksi tersebut.

”Kami melihat sangat mubazir bila yang mengakses internet hanya pengelola radio. Padahal, masih banyak yang membutuhkan. Banyak pelajar dan mahasiswa yang sering datang ke sekretariat radio hanya untuk mengakses internet,” kata Jaswadi, anggota komunitas Angkringan Desa Timbulharjo, awal Desember.

Para pengelola pun berencana menyalurkan internet ke rumah-rumah warga. Awalnya pengelola tidak yakin dengan rencana itu karena biayanya pasti sangat mahal. Untuk membeli antena grid saja dibutuhkan dana Rp 750.000, belum lagi USB wireless dan peralatan pendukung lainnya. Mereka pun patah semangat.


Setelah mendengar informasi seputar teknologi wajanbolic di media cetak dan televisi, niat mereka kembali tergugah. Mereka pun mengumpulkan literatur tentang metode pembuatan wajanbolic. Meski harus melakukan trial and eror berkali-kali, mereka tetap bersemangat.
Pada tahun 2007, akhirnya terciptalah antena wajanbolic pertama dan langsung diujicobakan ke salah satu dusun. Hasilnya sangat memuaskan karena koneksinya sangat lancar.

Antena wajanbolic berfungsi sebagai pengganti antena grid. Artinya, dana bisa ditekan hingga Rp 750.000. Untuk membuat wajanbolic dibutuhkan wajan aluminium atau stainless, pipa pralon diameter sekitar 10 sentimeter, aluminium foil, dan kawat kuningan. Antena tersebut masih harus dilengkapi dengan USB wireless atau radio wireless. ”Kalau USB jangkauan koneksi sekitar 15 meter, radio bisa mencapai 100 meter. Harga USB sekitar Rp 450.000, sementara radio Rp 800.000,” katanya.

Menurut Jaswadi, sebagian besar yang dipasang di Desa Timbulharjo adalah jenis USB. Dengan teknologi tersebut, rumah-rumah yang letaknya kurang dari 15 meter dari antena tetap bisa memperoleh jaringan internet. Namun, praktik di lapangan, masih jarang rumah di sekitar antena yang memanfaatkan.
Para pengelola berharap antena wajanbolic bisa dimanfaatkan sebanyak mungkin rumah tangga. Pengelola pernah melakukan survei dan diketahui pemilik komputer tiap RT di Timbulharjo sebanyak 2-3 orang. Di desa tersebut ada 150 RT. Jadi, total komputer yang tersedia 300-450 unit.

Untuk tiang penyangga, warga memanfaatkan bambu karena harganya lebih murah. Ketinggian tiang sangat bergantung pada kondisi dusun. Bila lokasinya di daratan rendah, dibutuhkan tiang lebih tinggi. Di desa tersebut panjang tiang rata-rata 10-15 meter.

Dari total 16 dusun di Desa Timbulharjo, kini 13 di antaranya tersambung internet. Sebagian besar pengakses adalah kalangan pelajar, mahasiswa, dan perajin kecil. Pengelola berambisi segera memperluas jaringan internet ke tiga dusun lainnya. Namun karena kendala biaya, ambisi tersebut terpaksa kandas.

Petrus, perajin handicraft yang sudah memanfaatkan koneksi internet wajanbolic, selama setahun mengaku sangat senang dengan kehadiran teknologi tersebut. Awalnya, ia sama sekali tidak memanfaatkan dunia maya untuk membantu usahanya karena kendala biaya.

”Wilayah kami belum terakses Speedy sehingga kalau mau pasang internet terpaksa pakai broadband yang biayanya lebih mahal,” katanya.

Setelah ada wajanbolic, Petrus mulai memanfaatkan komunikasi via e-mail untuk menghubungi pembeli. Ia juga menawarkan produk lewat internet. Selain mempermudah pekerjaan, teknologi internet juga menghemat biaya komunikasi. Sebelumnya, Petrus berkomunikasi dengan pembeli menggunakan telepon.
Petrus membayangkan seandainya teknologi wajanbolic tersebut diadopsi untuk desa-desa lain di Kabupaten Bantul, nasib perajin sepertinya pasti akan cukup terbantu. Apalagi di Bantul banyak desa yang menjadi sentra kerajinan, seperti Kasongan, Wukirsari, dan Krebet.

Server internet diletakkan di sekretariat Radio Angkringan di Balai Desa Timbulharjo. Pengelola tak menarik biaya langganan koneksi karena motivasi mereka bukan untuk bisnis, tetapi untuk membantu masyarakat dalam mengakses informasi.

Radio Angkringan dikelola 10 orang pemuda dan pemudi di Desa Timbulharjo. Komunitas tersebut lahir pada tahun 2000 karena latar belakang adanya gejolak sosial di tingkat masyarakat. ”Sekitar tahun 1999, di desa kami sering terjadi konflik karena banyak program pemerintah desa yang tidak transparan. Kami pun berusaha menjembatani dengan membentuk komunitas Angkringan,” kata Linangkung, anggota komunitas yang juga bekerja sebagai wartawan di salah satu media cetak lokal.

Menurut Linangkung, perhatian pemerintah daerah setempat selama ini sangat minim. Ia berharap ada bantuan peralatan untuk ketiga dusun yang belum tersambung tersebut.
Lewat radio komunitas, komunikasi antarwarga pun terjalin lebih erat. Radio yang mengudara pada frekuensi 107,8 MHz itu siaran pada pukul 19.00-23.00. Waktu siaran sengaja dipilih malam hari karena sebagian besar pengelola adalah pekerja.

”Kalau siang kami semua harus bekerja. Baru malam bisa siaran. Materi siaran biasanya seputar informasi pertanian, pemerintahan desa, dan hiburan,” katanya.

Kehadiran teknologi internet seharusnya juga bisa memajukan radio komunitas. Lewat rumah masing-masing, warga bisa mengirimkan informasi via internet. Oleh radio komunitas, informasi itu lalu disebarluaskan saat menyapa pendengarnya. Alangkah mudahnya akses informasi bila hal itu bisa terwujud.(ENY PRIHTIYANI)

wow, kereen... gini harusnya para penerus bangsa.
Kalau di rangkum dalam satu kata hanya ada satu kata untuk beliau "kreatif" [alma]

Ingin tahu tutorialnya...??? [klik disini]

[5] Kiat Pengiriman Naskah via e-Mail [bagian 2]

Tulisan 2:
Kiat Pengiriman Naskah via e-Mail (1)



Ini adalah pelengkap untuk tulisan berjudul “Kiat Sukses Pengiriman Tulisan ke Media Massa. ”Tulisan tersebut lebih bernuansa “kantor pos”, karena saya menulisnya ketika teknologi internet belum terlalu dikenal (terutama oleh saya).

Kini, pengiriman naskah lewat email sudah merupakan hal yang sangat wajar. Namun,bukan berarti setiap media bersedia dikirimi naskah via email. Ada media yang masih lebih suka cara konvensional, yakni lewat pos. Karena itu, sebelum mengirim naskah, sebaiknya Anda menghubungi mereka. Tanyakan sarana mana yang lebih mereka sukai, pos atau email. Jika email adalah sarana yang akhirnya dipilih, ada sejumlah tips yang perlu diperhatikan agar naskah Anda tidak merepotkan si redaktur. Sebaliknya, kiriman naskah Anda justru meringankan tugas dan membuat mereka senang.

Tips untuk naskahnya:
Ketiklah naskah dengan huruf yang standar saja, yakni Times New Roman ukuran 12. Jangan gunakan huruf yang aneh -aneh, yang justru membuat redaktur pusing membacanya. Untuk judul, tetap gunakan jenis huruf yang standar, namun ukurannya diperbesar, misalnya 16.
Jangan lengkapi naskah Anda dengan hiasan -hiasan yang tidak perlu, seperti gambar bunga, judul yang diketik dengan huruf-huruf dari Word Art, dan seterusnya. Ketahuilah, cara seperti ini justru membuat file naskah Anda menjadi berat. Dan ini akan sangat menyulitkan si redaktur ketika mendownload dan membuka naskah Anda. Upayakan agar naskah Anda disimpan dalam file yang ukurannya sekecil mungkin.
Berilah nama file yang mencerminkan judul naskah, jenis naskah, dan nama penulisnya. Misalnya, “cinta tak terlerai - jonru.rtf.” Ini akan sangat membantu si redaktur dalam mengenali file naskah Anda, karena mereka menerima naskah yang sangat banyak. Jangan beri nama file yang terlalu umum atau bahkan membingungkan, seperti “cerpen.doc”, “naskah puisi.rtf”, “file0986.doc”, dan seterusnya.

Ketiklah naskah dengan program MS Word. Setelah selesai, simpan file-nya dalam format RTF. Kenapa? Sebab RTF adalah jenis file yang sangat fleksibel dan cenderung aman dari virus. Untuk menyimpan file dalam format RTF (di MS Word), coba ikuti langkah-langkah berikut: Ketika naskahnya masih terbuka, klik menu File, pilih Save As. Pada kotak dialog “Save As” yang terbuka, carilah isian “Save as type”. Di sini, pilihlah opsi Rich Text Format (*.rtf). Setela itu klik Save.
Sebelum dikirim, jangan lupa scan file -naskah Anda dengan program antivirus, agar komputer si redaktur tidak mendapat kiriman naskah yang amat merugikan mereka.


Tips untuk pengiriman naskah:
Taatilah asas “satu file = satu naskah”. Jangan satukan beberapa naskah di dalam satu file. Ini akan membuat si redaktur repot karena harus memisah -misahkan naskah tersebut ke dalam file yang berbeda-beda.
Jika ada lampiran selain naskah, seperti biodata penulis, file image berisi KTP yang telah di-scan, dan seterusnya, tempatkan masing-masing di dalam file yang berbeda beda. Jangan lupa, beri nama file yang mencerminkan isi dari file tersebut. Misalnya, untuk biodata bisa diberi nama file “biodata jonru.rtf.” Jangan sampai terjadi, dalam satu file terdapat beraneka ragam isi, mulai dari naskah cerpen, biodata, dan seterusnya. Ini akan sangat merepotkan tugas si redaktur.
Jangan menempatkan naskah, biodata dan sebagainya di badan email. Tempatkan semua itu pada file attachment. Badan email hendaknya hanya berisi kata pengantar dari Anda untuk si redaktur. Misalnya, “Dear Redaktur majalah X, berikut saya kirim naskah cerpen berjudul ‘cinta pertama’, beserta lampirannya. Terima kasih. Regards, Jonru.” (sebetulnya, tanpa ada kata pengantar seperti ini pun tidak masalah. Tapi kalau mau ditulis pun tak apa-apa).
Pada judul atau subject email, tulis judul yang mencerminkan naskah kiriman Anda. Misalnya, “naskah cerpen - cinta pertama”. Ini akan sangat membantu si redaktur untuk mengenali jenis naskah Anda sebelum mereka melihat isinya.
Sebagai arsip, jangan lupa isi kolom BCC dengan alamat email Anda sendiri. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca artikel berjudul “Kiat pengiriman Naskah via Email (1)”.


Ketika kita mengirim naskah via email, entah itu buat penerbit, redak si majalah, milis, bahkan untuk teman sendiri, apakah kita yakin naskah tersebut akan diterima dengan baik oleh si penerima? Dalam melakukan apapun, kita sebaiknya selalu memikirkan kemungkinan terburuk. Misalnya, naskah kita dibajak, diakui sebagai milik orang lain, dan seterusnya. Bisa saja kan?

Memang sih, kejadian buruk tidak selalu terjadi. Alhamdulillah, saya pun belum pernah mengalaminya. Tapi, seperti yang saya sebutkan, kita harus selalu memikirkan kemungkinan terburuk dari semua tindakan kita.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya pembajakan karya dan hal -hal buruk lainya, selama ini saya melakukan sebuah kiat yang saya rasa cukup aman. Setiap kali mengirim naskah via email, saya tak lupa mengirim tembusannya (BCC) ke sebuah alamat email rahasia. Ini adalah alamat email pribadi saya, dan hanya saya yang mengetahuinya (karena rahasia itulah, alamat email ini saya tempatkan di isian BCC).
Dengan kata lain, saya menyimpan semua arsip naskah terkirim di mailbox email ini. Saya berharap, semoga pengarsipan seperti ini bisa menjadi bukti jika kelak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Memang, hampir setiap program email memiliki fitur untuk menyimpan setiap email terkirim di sent folder. Dan ini bisa kita gunakan sebagai arsip, yang fungsinya sama seperti system BCC di atas. Tapi perlu diketaui, penyimpanan pesan terkirim di sent folder ini sebenarnya hanya bersifat optional. Kita bisa mengaktifkan atau menonaktifkannya. Jadi, bisa saja kita - secara tidak sengaja - menonaktifkan fitur ini. Akibatnya, pesan email yang kita kirim tidak tersimpan di sent folder.

Oke, semoga bermanfaat ya…

Jonru